Saat ini, internet tak lagi hanya dapat melayani komunikasi data teks atau gambar saja, melainkan dapat melayani komunikasi multimedia seperti video streaming. Banyak aplikasi di internet yang menawarkan layanan multi media, seperti TV internet, Teleconference, Telepresence, Video On Demand  dan layanan video streaming lain, baik itu yang besifat real-time maupun non real-time. Nyatanya, komunikasi ini sangat rakus akan sumber daya pada internet, terutama bandwidth, dan membutuhkan Quality of Service yang baik dan konsisten dibandingkan dengan komunikasi data teks dan gambar. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi jaringan yang dapat mengatur ketersediaan sumber daya internet agar pertukaran informasi multimedia dapat berlangsung secara lancar dan berkelanjutan.

Secara umum, komunikasi data yang terjadi di internet saat ini masih menggunakan konsep TCP/IP. Namun, teknologi TCP/IP saat ini masih memiliki kelemahan dalam pelayanan untuk komunikasi data multimedia, seperti : belum mendukung layanan QoS, keputusaan perutean masih hanya berbasis alamat IP (belum ada system klasifikasi data), belum dapat melakukan traffic engineering, delay yang dihasilkan masih cukup besar akibat analisa header yang terjadi di setiap node jaringan dan kemungkinan terjadinya packet loss dan congestion pada lalu lintas data masih cukup besar. Kondisi internet seperti ini, tentunya sangat menggaggu komunikasi data multimedia, terutama yang bersifat real-time.

Namun, adanya teknologi MPLS dan Differentiated Service (DiffServ) dapat menutupi kekurangan yang ada pada TCP/IP saat ini. MPLS dan DiffServ merupakan teknologi jaringan yang dirancang untuk mendukung  QoS, sehingga komunikasi multimedia, baik real-time maupun non-realtime dapat berlangsung dengan baik.

Berdasarkan beberapa penelitian dan testbed yang dilakukan, teknologi MPLS lebih baik dalam mengurangi nilai parameter QoS, seperti delay, jitter dan packet loss. Pada teknologi MPLS, enkapsulasi paket data pada node-node pada jaringan hanya terjadi hingga layer 2 saja, sedangkan teknologi TCP/IP harus melakukannya hingga ke layer 3, sehingga delay dan jitter dapat direduksi nilainya. Selain itu, MPLS juga dapat melakukan traffic engineering dengan menyediakan explicit-route untuk melakukan reservasi jalur paket yang memungkinkan terjadinya load balancing dengan membagi traffic ke beberapa rute yang dibentuk melalui virtual-circuit dan menggunakan Label Forwarding Information Base ­­­­­(LFIB) untuk proses penentuan switching sehingga mencegah terjadinya kondisi overload pada jaringan melalui LSP dan LSR yang dilalui dalam backbone yang tidak dimiliki oleh metode routing TCP/IP standar. Traffic Engineering tersebut dapat dilakukan pada jaringan MPLS dengan adanya Reservation Protocol with Traffic Engineering (RSVP-TE) dan Constraint Based Routing Label Distribution Protocol (CR-LDP). Hal ini dapat memperkecil tingkat resiko terjadinya collision, congetion dan packet drop.

Dalam metode pembawaan paket data dari satu node ke node lain, MPLS memiliki 2 metode yang dapat digunakan, yaitu : EXP Inferred Label Switching Path (E-LSP) dan Label Inferred Label Switching Path (L-LSP). Adapun perbedaan yang dimiliki kedua metode ini, yaitu E-LSP dapat membawa beberapa kelas traffic berbeda secara simultan, sedangkan L-LSP hanya membawa satu kelas traffic saja.

Sementara itu, DiffServ dapat bekerja bersama MPLS dalam jaringan IP sebagai layanan yang mampu memberikan klasifikasi dan manajemen trafficdan sebagai penjamin kualitas layanan data dalam jaringan IP.

Pada teknologi MPLS, klasifikasi traffic tidak didefinisikan secara khusus dalam mekanisme QoS. Oleh karena itu, teknologi MPLS dikombinasikan dengan layanan DiffServ dalam mekanisme pengklasifikasian dan pengkondisian paket data.

DiffServ melakukan klasifikasi traffic paket data menjadi kelas-kelas kecil dan mengalokasikan sumber daya untuk setiap basis kelas. Untuk kebutuhan pensinyalan, DiffServ akan menambahkan 6-bit pada header sebagai parameter penentu kelas traffic data yang disebut dengan DiffServ Code Point (DSCP) field. DSCP akan menentukan perlakuan QoS terhadap setiap paket yang ditransmisikan di setiap node dalam jaringan. Perlakuan tersebut disebut dengan Per Hop Behavior (PHB). PHB bertanggung jawab untuk menentukan penjadwalan pentransmisian paket, menerjemahkan label menjadi antrian sebelum diteruskan, mengubah nilai drop probability/drop preference, mengalokasikan sumber daya jaringan yang dibutuhkan dan level frekuensi kerja sebagaimana paket dilayani.

Metode penerusan paket ini sangat berbeda dengan teknologi TCP/IP standar yang hanya melakukan pengubahan alamat IP node yang dituju selanjutnya dan pengubahan beberapa nilai parameter lain, seperti hop count dan TTL.

Dengan metode perlakuan paket QoS DiffServ, memungkinkan untuk menyesuaikan kebutuhan pengguna terhadap sumber daya jaringan, menjamin keselamatan paket ditransmisikan dengan baik dan  meningkatkan Quality of Service.